Tuesday, February 3, 2015

hari kelima : Lelaki Bertatto Kemarin Sore

Kepada Lelaki Bertatto Kemarin Sore.

Aku sungguh suka melihat lelaki bertatto. Bukannya takut, aku cenderung mengagumi goresan tinta di kulit itu. Goresan itu selalu terlihat menarik, semakin tua usia tattonya, aku semakin suka melihatnya. Ada keindahan dibalik seni yang diharamkan itu. Mungkin itu arti dibalik keindahan dibalik rasa sakit. Haha, sudahlah, mungkin ini pengaruh aku yang menggemari musik rock, hardcore dan semacamnya. Musisi itu selalu tampak keren di mataku.

Kemarin sore, aku hampir saja putus asa. Bagaimana mungkin motor yang tadi pagi sehat-sehat saja mati total tanpa isyarat. Maka, kupraktekkan apa yang biasa aku lihat, aku minta tolong pada orang untuk menjagrak tengah motor itu. Seperti tidak peka, setelah ia melakukannya ia hanya melengos berlalu. Jadi, aku lanjutkan ritualnya sendiri. Aku tidak tahu apa nama bagian motor yang berpuluh kali kuinjak kuat-kuat itu, yang jelas seharusnya mesinnya menyala ketika aku melakukannya. Percuma.

Kemudian kau menghampiri dan bertanya. Sebenarnya aku sudah melihatmu dari sudut mataku, kau sudah siap melaju dengan mobil klasikmu. Ah, lelaki bertatto memang selalu punya selera yang bagus. Namun kau memutuskan keluar dan bertanya padaku.

Ini bukan kali pertama kita bertemu, aku pernah bertemu denganmu ketika mampir di toko keluargamu. Dan tentu saja kau sama memesonanya, ketika melakukan apapun. Sekejap saja motor itu menyala, kau mengira-ngira penyebabnya, dan salah kira kemudian menggaruk tengkukmu yang kuyakini tak gatal. Kubilang apa, lelaki bertatto tidaklah seram. Hatinya seindah tatto di lengan dan lehernya.

Duh, kuharap di sore yang lain aku kembali dapat melihatmu, lelaki bertatto kemarin sore.

Monday, February 2, 2015

hari keempat : Kepada Hati

Kepada kamu, yang sedang jatuh cinta. Kepada hati, yang sedang berdebar-debar. Bagaimana kabar cinta? Apakah ia masih membuatmu malu-malu seperti dulu?  Apakah perutmu masih dipenuhi kupu-kupu ketika tangannya menggenggammu? Ah, jatuh cinta memang selalu menarik, bukan?

Kepada hati, aku tahu jatuh cinta tak hanya membuatmu berdebar senang, cinta juga membuatmu sakit bukan? Kamu yang jatuh, terkadang cemas, gelisah, bahkan tersedu. Jatuh cinta memang adalah jatuh yang sesungguhnya, ketika kamu merasa sangat bahagia terbang, melayang saat terjun, kamu tidak sadar, selalu ada sakit yang harus kamu rasakan setelahnya. Bukan perkara sakitnya, kita sama-sama tahu, seberapapun sakitnya jatuh cinta, kita selalu menikmati prosesnya. Kita selalu menikmati rasa pahitnya, karena tahu akan ada manis di ujungnya.

Hei, hati, apakah kamu akhirnya paham? Penantian panjangmu itu akan menunjukkan seberapa besar kualitas jatuhmu pada cinta. Orang bilang, semakin besar cinta, semakin ia tak kasat mata. Kau tau apa sebabnya? Karena ia telah bermetamorfosa menjadi penerimaan dan keikhlasan. Coba tengok ibuku yang tak pernah kudengar mengucap kata cinta di depanku, tapi sesungguhnya aku tahu, tak pernah terlewat ia menyebut namaku dalam setiap untaian doanya.

Kepada hati yang sedang jatuh cinta. Jatuhlah, terjunlah dengan bebas, tapi ingat, cinta bukan soal perkara memiliki, hakikatnya, kamu jatuh untuk menerima dan berserah.

Sunday, February 1, 2015

hari ketiga : Mengertilah, Client

Kepada Clientku yang bawel, sungguh kamu bawel sekali.

Halo, selamat dini hari.
Sungguh, jika ini bukan kali pertama saya dapat proyek penting, jika saja saya bukan orang yang tidak tegaan, saya pasti sudah ingin berhenti. Ah, saya hampir gila Bagaimana saya bisa dapat client macam kamu? Haha ini konyol, bagaimana saya bisa tau jenis client saya, ya. Tapi sungguh, terkadang kamu tidak masuk akal.

Ah, mana kamu paham susahnya mencari ide, baiklah, mungkin karena kita memang beda pemahaman. Tapi bagaimana bisa kamu membuat saya terjaga sampai pagi hanya untuk melaporkan perkembangan yang saya yakin baru akan kamu proses besok? Baiklah, kamu client, kamu rajanya.

Sudahlah, ini seharusnya surat cinta.
Sebenarnya aku hanya ingin kamu mengerti, inipun tidak mudah bagiku. Aku hanya ingin kamu paham, kamu terkadang harus lihat dari berbagai sudut pandang.

Tapi bagaimanapun juga, terima kasih, aku banyak belajar darimu. Terima kasih, aku banyak berpikir akhir-akhir ini. Semoga semua berjalan lancar seperti yang kamu rencanakan.

Ps : kurangi cerewetmu, kamu adalah lelaki.

Saturday, January 31, 2015

hari kedua : Kepada Tuan Kaki Panjang

Kepada Tuan Kaki Panjang.

Bagaimana kabarmu, Tuan? Aku teramat yakin kamu sudah melupakan julukan ini. Baiklah aku akui, mungkin hanya aku yang suka dengan julukan ini tanpa memikirkan perasaanmu. Maafkan aku, tapi biarkan aku memanggilmu begitu untuk kali terakhir.

Sedang apa? Ingin rasanya aku bertanya begitu, tapi kamu tahu nyaliku sangat ciut. Mengobrol langsung saja aku gelagapan. Perilakuku berubah 180 derajat di depanmu, mana bisa aku jaga imageku?

Aku sudah tidak menghitung lagi berapa lama aku begini. Entahlah, kali ini aku lebih banyak bersyukur aku begini dan begitu. Kita jarang mengobrol, tapi syukurlah aku tahu ada waktu-waktu kita bertemu, bersama yang lain. Kita tidak pernah saling bertanya kabar, tapi syukurlah diam-diam aku selalu tahu kabarmu. Aku selalu diam-diam memperhatikanmu, tanpa perlu kamu sadari.

Mungkin akupun telah sampai pada titik dimana kerelaan mengantarkanku untuk selalu siap melepasmu. Dan akupun rasanya telah siap jika itu terjadi. Karena dengan hanya melepaskanmu aku bisa tetap diam-diam memperhatikanmu. Karena jika aku tetap serakah, jarak kita akan kian jauh.

Tuan, baiklah aku akan berhenti memanggilmu begitu. Kepadamu, semoga hari-harimu menyenangkan.



Friday, January 30, 2015

hari pertama : surat peringatan

Kepada:
Si Tukang Pos, @catatansidoy


Hai.
Mari sebut ini surat (peringatan) cinta. Agar kau berhati-hati membacanya. Bacalah dengan seksama, jangan terlewat satu katapun. Aku peringatkan sekali lagi, jangan sampai lalai membacanya.

Oya, aku bahkan belum memperkenalkan diri. Panggil saja aku Sarah, semua orang memanggilku begitu. Aku sangat suka menulis, apapun itu. Aku juga suka dengan tidur. Ya, saat aku bersedih aku akan cepat tertidur, terkadang bisa begitu lama. Saat aku senang, aku akan sulit tertidur, tetapi aku akan bangun dengan senang. Dan saat aku gelisah, kantuk bahkan tak menyentuhku, aku akan terjaga semalaman.

Baiklah, cukup itu saja tentang diriku. Mari kembali ke intinya. Aku memperingatkanmu agar mengirim setiap surat dengan baik, agar setiap detak dalam surat itu sampai dengan selamat. Aku memperingatkanmu agar kau rajin menyemangati supaya kotak suratmu selalu rutin penuh. Aku memperingatkanmu, agar kau selalu bersemangat dan tersenyum, agar setiap insan yang menulis turut merasakan cintamu. Maka akupun akan memperingatkan diriku agar rutin menulis setiap harinya.

Haha, sungguh aku mengumpulkan keberanianku untuk menulis ini. Siapa aku, memperingatkanmu? Maka maafkan kelancanganku ini. Semoga harimu menyenangkan bersama tumpukan surat di 30 hari ke depan.


Anak Pos,


Sarah.

Thursday, January 1, 2015

Perkara Pertemanan

Segala sesuatu, seberat apapun usaha untuk mendapatkannya, akan lebih sulit tentang bagaimana ia mempertahankannya. Seperti sebuah hubungan, sesederhana sebuah pertemanan. Tidak sulit untuk memulai pertemanan, apalagi untuk orang kita, yang terkenal ramah itu. Bagi kebanyakan orang, sekali bertegur sapa, dua kalibertemu dan mengobrol, tiga kali menemukan dan menghabiskan waktu untuk itu, sudah memenuhi syarat dipanggil teman.

Tidak ada teori pasti bagaimana manusia bisa saling berteman beitu lama, dengan adanya campur tangan budaya, kebiasaan,bahkan ego masing-masing. Tapi satu hal yang pasti, layaknya hal lain, pertemanan bukan bernilai pada angka seberapa lama ia bersama, tapi seberapa lama ia berproses. Berproses, tidaklah pernah mudah.

Jangan tersinggung jika kamu merasa tersisih dari teman-temanmu (entah darimana asalnya, setiap individu memiliki insting ini). Boleh jadi kamu melewatkan prosesnya. bagi saya, ada tiga kemungkinan.

Pertama, kamu tidak berusaha mengikuti jejak temanmu, atau temanmu tidak bisa mengikuti langkahmu, entah kamu yang terlalu cepat ataudia yang terlalu lamban. Kalau kamu membaca ini, kamu harus memperbaiki ritme pertemananmu.

Kemungkinan kedua, boleh jadi, ia tidak suka mengikuti langkah orang lain. Tipe ini adalah teman yang idealis. Berjalan masing-masing tetapi tetap menghargai.

Kemungkinan ketiga adalah favorit saya. Berteman itu, akan m=semakin raket ketika frekuensi bertemu semakin sering. Bukan hanya soal lamanya berteman, sekali lagi, tapi prosesnya. Berteman adalah proses. Ini mencakup dua kemungkinan sebelumnya. Dengan terbiasa bertemu, kamu akan semakin mahir memainkan ritme dan semakin menghargai. Semakin banyak angka frekuensinya, mau tidak mau setiap individu akan belajar tentang individu lain.

Berteman itu, berproses. Jangan sembarang menilai jika kamu tidak berkecimpung dalam prosesnya. janagn tersinggung ika kamu tidak dilibatkan di dalamnya, boleh jadi kamu  belum masuk dalam prosesnya. Setiap pertemanan memiliki prosesnya sendiri. Tidak akan sama, karena dasarnya setiap individu tidak ada yang saam. Bahkan setiap individu punyatakaran masing-masing untuk mengukur pertemanannya.

Baiklah. berproseslah dengan baik. Mempertahankan akan jauh lebih sulit pada awalnya. Tapi pribahasa jawa bilang, "witing trisno jalaran soko kulino" (cinta itu tumbuh karena terbiasa). Maka, biasakanlah berproses, kawan.

Hilang

Aku kehilangan yang jelas-jelas kurengkuh
Karena jenuh yang kian keruh akan membunuhmu tanpa ampun
Akupun hany ingin berteduh dalam pikiranmu, tanpa sekalipun mengeluh
Tapi, bagaimana aku bisa bertahan, jika sisa-sisa badai itu masih menyakitimu/
Bagaimana aku bisa berjalan, jika kau bahkan tak sanggup berdiri?